Minggu, 16 November 2014

RUANG TERBUKA HIJAU



1.    PENGERTIAN RTH
http://cdn.kaskus.com/images/2013/12/03/3177501_20131203125219.jpg
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi:
·      kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis,
·      kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi,
·      area pengembangan keanekaragaman hayati,
·      area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan,
·      tempat rekreasi dan olahraga masyarakat,
·      tempat pemakaman umum,
·      pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan,
·      pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis,
·      penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta kriteria pemanfaatannya,
·      area mitigasi/evakuasi bencana, dan
·      ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.
2.    TUJUAN DAN FUNGSI RTH
Menurut Pasal 29 UUPR, proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. Dalam Penjelasan Pasal 29 dijelaskan, proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Berdasarkan hal tersebut, disimpulkan bahwa tujuan pembangunan RTH adalah untuk menjaga keseimbangan ekosistem di wilayah kota.
Lebih lanjut berdasarkan Pasal 2 Permendagri RTHKP, tujuan penataan RTHKP adalah:
a.    Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan.
b.    Mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan.
c.    Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.
Dalam makalah Lokakarya IPB, RTH, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. Berbagai fungsi yang terkait dengan keberadaanya (fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai estetika yang dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan kehidupan perkotaan tetapi dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota.
RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.
Fungsi dasar RTH secara umum dapat dibedakan menjadi:
a.    Fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (’paru-paru kota’), pengatur iklim mikro, agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap (pengolah) polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin.
b.    Fungsi sosial, ekonomi (produktif) dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian.
c.    Ekosistem perkotaan; produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah, serta bisa mejadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan lain-lain.
d.   Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik (dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan). Mampu menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti: bermain, berolahraga, atau kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan ’keseimbangan kehidupan fisik dan psikis’. Dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota, taman kota pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali.
Sedangkan berdasar Pasal 3 Permendagri RTHKP, fungsi RTHKP adalah:
a.    Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan.
b.    Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara.
c.    Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati.
d.   Pengendali tata air.
e.    Sarana estetika kota.
3.    KOTA-KOTA YANG MENERAPKAN 30% RTH
KOTA MATARAM
wpid-ruang-terbuka-hijau-mataram-jpg
Badan Perencana Pembangunan Daerah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat telah menetapkan gerakan pengembangan satu rumah satu pohon sebagai upaya melibatkan masyarakat untuk membuat Kota Mataram lebih hijau. Target RTH 30% yang terbagi 10% untuk privat dan 20% untuk publik dimana saat ini krnutuhan privat sudah terpenuhi. Sementara RTH publik masih kurang sekitar 8% dari 400 h lahan yang tersedia untuk masa 20 tahun kedepan.
Pemerintah Kota Mataram bersama dengan Pemerintah Pusat yang berkolaborasi dengan P2KH menggencarkan Green Open Space adalah perwujudan dari kualitas, kuantitas dan jejaring RTH perkotaan. Green Waste merupakan penerapan prinsi 3R yaitu mengurangi sampah/limbah, mengembangkan proses daur ulang, dan meningkatkan nilai tambah.
Selanjutnya Green Transportation bagian dari pengembangan sistem transportasi yang berkelanjutan misalnya, transportasi publik, dan jalur sepeda. Kemudian Green Water adalah upaya meningkatkan efisiensi pemnfaatan pengelolaan sumberdaya air.
Selain itu atribut Green Energy adalah pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan. Green Building merupakan bangunan ramah lingkungan (hemat air, energi, dan sturktur).
Terakhir adalah Green Community adalah upaya peningkatan kepekaan, kepedulian, dan peran serta aktif masyarakat dalam pengembangan atribut-atribut kota hijau.
KOTA SURAKARTA
wpid-download-2-solo-jpg wpid-20130507balekambang (1)
Narasumber :
·      Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah : Arif Sugeng, ST; Bidang Penataan Ruang dan WilayaH
·      Bappeda Kota Surakarta : Ir. Arief Nurhadi, Bidang Penataan Ruang
Dalam pesan yang disampaikan Arif Sugeng Haryanto, ST bahwa semua pemda di Jawa Tengah sudah memiliki persepsi yang sama tentang kewajiban menyediakan 30% – 20% oleh pemerintah, meskipun memang berat untuk pemerintah kab/kota karena kendalanya sangat besar, misalnya kemampuan menyediakan lahan untuk RTH. Oleh karena itu Pemerintah pusat melalui Dirjen Penataan ruang memberikan stimulant dalam bentuk pendanaan P2KH. di Jawa Tengah telah dilaksanakan di limabelas kabupaten/kota. RTH publik adalah ruang hijau yang tidak hanya bisa dipandang tetapi juga bisa diakses langsung oleh masyarakat selama 24 jam, dimana manusia bisa beraktivitas di dalamnya.
Untuk Kota Surakarta unsur-unsurnya sudah mulai bertumbuh, karena sudah ada green planning and design, green open space, green transportation, dan green community
Sosialisasi tentang UU dan Perda penataan ruang disampaikan pula kepada kader PKK Kota/kabupaten se JawaTengah. Tujuannya saat penerapan perda dengan pemberian sanksi akan mulai dilaksanakan, maka fungsi dari ibu-ibu PKK karena PKK memiliki data paling lengkap untuk mengkondisikan lingkungan, dan berada di tataran masyarakat yang paling bawah untuk implementasi tata ruang.
Ir. Arief Nurhadi dari Bappeda Kota Surakarta menjelaskan bahwa sesuai UU 26/2007 Kota Surakarta perlu diwujudkan, karena memang orang-orang jaman dulu yang hidup dekat dengan alam memiliki umur yang lebih panjang dan hidup lebih tenang, Untuk memenuhi 30% kota solo susah tapi dengan komitmen antara pemerintah, SKPD dan masyarakat akan dapat diwujudkan.
Saat “demokrasi anarkis” banyak RTH yang diduduki oleh masyarakat, RTH di Surakarta awalnya sudah ada 14%, dan diupayakan kmbali pembebasannya sehingga saat ini hampir mencapai 18,2% dan dalam periode tidak terlalu lama dapat terwujud 20%.  Implementasinya dengan strategi lahan yang sangat sempit di pinggir jalan. Pagar pemisah antara jalan dan kavling dibongkar dan diganti dengan taman dan pepohonan, misalnya pagar 40cm bisa menjadi taman yang lebarnya 1,5 meter memanjang sepanjang gedung.
Daerah sempadan sungai masyarakat sudah direlokasi dan sekarang diolah sebagai urban forest untuk paru-paru kota dan tempat interaksi masyarakat yang menarik. Taman Banjarsari yang berubah jadi kumuh oleh PKL ditata dengan solusi-yang saling menguntungkan untuk dimaksimalkan sebagai RTH. Perluasan hutan kota diperkuat dengan SK Walikota yang intinya lahan terbuka hijau untuk dilestarikan untuk RTH baik milik pemerintah dan swasta. UNS dan ISI sebagai lahan privat juga telah memberikan contoh dengan menggunakan lahan yang dimiliki yang
Pemeliharaan RTH kalalu dibebankan kepada pemerintah akan berat, maka untuk pemeliharaan sudah dibagi sesuai porsi penanganannya. Pemkot Surakarta dikelola Dinas Pertamanan adalah taman-taman skala kota (taman besar), sedangkan RTH skala kecil diserahkan ke Kecamatan dan Kelurahan, sehingga mereka telah berdiri sebagai SKPD untuk mengelola taman-taman tersebut. Selain itu melibatkan masyarakat secara kelembagaan sudah memberikan partisipasi akan membantu pemeliharaan/peningkatan RTH kota.
KOTA PURWOKERTO
paparan_pkpd_pu_ciptakarya
Eksistensi fungsi RTH dalam ruang perkotaan sebagai ruang fungsional yang memberikan fungsibioengineering dan biofilter bagi lingkungan perkotaan, dipertegas dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 29 tentang ketentuan RTH Publik dan RTH Privat, dimana besaran ruang RTH privat yang harus disediakan minimal 10 % dan RTH Publik minimal 20% dari total luas ruang Kawasan Perkotaan.
Keberadaan RTH Publik di Kawasan Perkotaan Purwokerto berdasarkan Studi Bantuan Teknis Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Purwokerto tahun 2008, diketahui masih berkisar antara 5 % hingga 6 % dari luas Kawasan Perkotaan Purwokerto, terdiri dari lapangan olahraga kelurahan, median jalan dan jalur hijau, alun-alun kota, hutan kota, pemakaman dan GOR. Pemenuhan 20% RTH Publik sebagaimana diamanatkan UUPR 2007 di Kawasan Perkotaan Purwokerto dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas melalui kebijakan mengefektifkan lahan-lahan milik Pemda untuk tetap dipertahankan fungsinya sebagai RTH Publik (seperti lapangan olahraga kelurahan, GOR, hutan kota, pemakaman, median jalan dan jalur hijau) serta melakukan upaya penambahan RTH seperti mengubah lahan eks Terminal Purwokerto sebagai RTH/ Taman Rekreasi.
Kawasan eks Terminal Purwokerto merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan jasa melalui Perda No. 2 Tahun 2003 tentang perubahan atas Perda No. 6 Tahun 2002 tentang RUTRK dengan kedalaman RDTRK Kota Purwokerto. Alih fungsi lahan dari fungsi perdagangan jasa menjadi fungsi ruang terbuka hijau secara umum telah diatur dalam rencana peruntukan penggunaan tanah Kota Purwokerto dalam dokumen RUTRK dengan kedalaman RDTRK Kota Purwokerto, melalui toleransi penggunaan lahan lain dalam suatu kawasan yang telah ditetapkan dominasi pemanfaatan ruangnya. Toleransi pemanfaatan RTH di kawasan Perdagangan Jasa diatur dengan toleransi 10% dari luas kawasan sehingga tidak merubah dominasi pemanfaatan ruang pada kawasan yang bersangkutan. Jadi kebijakan Pemkab. Banyumas merubah fungsi perdagangan jasa menjadi RTH di kawasan eks terminal Purwokerto selaras dengan dokumen rencana kota yang berlaku saat ini dan utamanya sebagai upaya pemenuhan 20% RTH Publik di kawasan Perkotaan Purwokerto sebagaimana diamanatkan dalam undang–undang penataan ruang. Selain itu keberadaan RTH/ Taman Rekreasi akan memberikan manfaat yang lebih besar secara ekologis, sosial budaya (interaksi sosial) dan nilai estetika di lingkungan Perkotaan Purwokerto serta sebagai upaya mengarahkan pembangunan Kawasan Perkotaan Purwokerto secara seimbang dan proporsional dengan nilai-nilai lingkungan.
KOTA MALANG
574826_orig
Alun-Alun-Tugu-2_590x300
Ruang terbuka hijau di kota Malang yang berfungsi sebagai kawasan resapan air hujan perlu dipertahankan luasannya karena akan berperan terhadap pengurangan banjir atau genangan tidak wajar pada musim penghujan dan mempunyai potensi untuk imbuhan air tanah pada musim kemarau.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan ruang terbuka hijau di kota Malang dari tahun 1995 sampai 2005, mengetahui kapasitas infiltrasi dan agihan kapasita infiltrasi serta kontribusi ruang terbuka hijau tersebut untuk imbuhan air tanah di kota Malang.
Jenis penelitian ini adalah survey dengan pengukuran langsung dalam hal ini kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) ruang terbuka hijau di kota Malang. Metode pengambilan sampel pengukuran kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) menggunakan metode purposive sampling yaitu perubahan ruang terbuka hijau di kota Malang. Untuk mengetahui alih fungsi atau perubahan ruang terbuka hijau dan eksisting ruang terbuka hijau digunakan metode overlay peta (tumpang susun) kemudian analisis data untuk mengetahui nilai kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) dihitung dengan menggunakan metode Horton yang kemudian dipresentasikan tagihannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar